Kamis, 25 Februari 2010

OMSET BATIK MELAMBUNG


Demam batik tentu saja membawa berkah bagi pedagang batik,baik kemeja batik,rok batik,maupun kain batik.Omset pun meningkat tajam.contoh ini antara lain di pasar Sunan Giri,Jakarta Timur.Toko Shalimah,salah satu toko di pasar Sunan Giri,kini omsetnya melambung alias naik hingga 300 persen dari biasanya. Maklum,pasar terebut adalah salah satu pasar adalah salah satu pasar yang sudah popular sebagai pusat batik Pekalongan.

Ibnu,penjaga toko,mengungkapkan pada hari biasanya permintaan batik biasanya permintan batik hanya beberapa potong.setelah ditetapkan pada jumat lalu sebagai hari batik,permintaan melonjak. “Alhamdulillah sekarang banyak pembelinya. Masih pagi saja sudah ada pengunjung membeli kemeja batik dan baju wanita atasan batik,”ucapannya sambil memperkirakan omsetnya naik 300persen.

BATIK PEKALONGAN

Batik di Toko ini sebagian besar di datangkan langsung dari pekalongan, Jawa Tengah. Selain itu,ada juga dari jogja dan Solo. soal harga bervariasi mulai Rp20 ribu hingga ratusan ribu rupiah. Untuk batik dengan bahan sutera harganya mencapai Rp200 ribu/potong,sedangkan untuk bahan katun dari Rp100 ribu.”Ada juga bahan dari Paris Krep Cuma Rp65 ribu,”sambungnya. Menurut Ibnu, untuk bahan katun dari harga lebih mahal dibandingkan dengan bahan Paris Krep.”karena motif pada katun lebih tajam dan lebih halus,”katanya.Ny. Ati, pengunjung pasar Sunan Giri,Mengaku sejak sebelum ada penetapan dari UNESCO pihaknya sudah senang berpakaian batik.”Dengan berbatik kita serasa lebih luwes.lagian siapa yang membanggakan batik kalau bukan kita sendiri.Ayo berbatik ria,ajaknya.

sumber : Koran Warta Kota

Senin, 15 Februari 2010

KISAH PENJUAL NASI GORENG


Hari Rabu saya membeli nasi goreng. Kebetulan sedang tidak banyak orang yang mengantri. saya mengobrol sama bapak sutisna yaitu penjual nasi goreng. Panjang lebar dari bumbu sampai sejarah Mie Surabaya yang ternyata dikenal juga dengan nama “Dog-dog”.

Bapak Sutisna menjalankan usahanya sendiri. Dia tidak punya beban untuk setoran sama bosnya lagi, selain sama istrinya. Dari sini saya jadi mengambil kesimpulan :
1. Pantas saja pak Sutisna semangatnya tinggi untuk berjualan, dia harus kreatif dan menyapa pelanggannya dengan sang pelanggan karena tanggung jawabnya sama keluarga, dan juga bagi dia menjadi Penjual Nasi Goreng adalah jalan hidupnya. Pilihan profesi yang dia lakoni. (Meski saya tidak tahu apakah pak Sutisna memiliki usaha lainnya, namun perkiraan saya kalau pak Sutisna harus mempersiapkan segala kebutuhan berjualan dari siang, memakan waktu yang dia miliki untuk menjalankan usaha lainnya sangatlah terbatas).

2. Dengan menjalankan usaha Nasi Goreng itu sendiri pak Sutisna mempunyai kebebasan dalam ‘berekspresi’ menentukan komposisi bumbu, minyak goreng, sampai ukuran porsi yang diberikan sehingga menjadi nasi goreng yang digemari oleh para pelanggan.Berbeda dengan penjual nasi goreng yang harus setoran ke bosnya, jika si penjual lainnya ini diberikan 1 bakul nasi yang direncanakan oleh bosnya untuk 100 porsi, maka penjual lainnya ini akan berusaha untuk menjadikannya 120 atau 150 porsi. Dengan harapan mendapatkan keuntungan lebih.