Senin, 15 Februari 2010

KISAH PENJUAL NASI GORENG


Hari Rabu saya membeli nasi goreng. Kebetulan sedang tidak banyak orang yang mengantri. saya mengobrol sama bapak sutisna yaitu penjual nasi goreng. Panjang lebar dari bumbu sampai sejarah Mie Surabaya yang ternyata dikenal juga dengan nama “Dog-dog”.

Bapak Sutisna menjalankan usahanya sendiri. Dia tidak punya beban untuk setoran sama bosnya lagi, selain sama istrinya. Dari sini saya jadi mengambil kesimpulan :
1. Pantas saja pak Sutisna semangatnya tinggi untuk berjualan, dia harus kreatif dan menyapa pelanggannya dengan sang pelanggan karena tanggung jawabnya sama keluarga, dan juga bagi dia menjadi Penjual Nasi Goreng adalah jalan hidupnya. Pilihan profesi yang dia lakoni. (Meski saya tidak tahu apakah pak Sutisna memiliki usaha lainnya, namun perkiraan saya kalau pak Sutisna harus mempersiapkan segala kebutuhan berjualan dari siang, memakan waktu yang dia miliki untuk menjalankan usaha lainnya sangatlah terbatas).

2. Dengan menjalankan usaha Nasi Goreng itu sendiri pak Sutisna mempunyai kebebasan dalam ‘berekspresi’ menentukan komposisi bumbu, minyak goreng, sampai ukuran porsi yang diberikan sehingga menjadi nasi goreng yang digemari oleh para pelanggan.Berbeda dengan penjual nasi goreng yang harus setoran ke bosnya, jika si penjual lainnya ini diberikan 1 bakul nasi yang direncanakan oleh bosnya untuk 100 porsi, maka penjual lainnya ini akan berusaha untuk menjadikannya 120 atau 150 porsi. Dengan harapan mendapatkan keuntungan lebih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar